-----------
Aku cuma
bisa terduduk memeluk kakiku di kamar mandi sekolah. Sekujur tubuhku basah dan
bau setelah segerombolan cewek dengan wajah kesal tiba-tiba melempariku dengan
plastik berisi air yang entah dicampur apa, membuatku terpaksa membolos
pelajaran hari ini dengan berdiam diri di kamar mandi. Pelan-pelan air mataku
menetes, dan isakan-isakan kecil keluar dari mulutku.
*Beberapa
hari yang lalu*
“Mi, mau ga
jadi pacarku?”. Sebuah kata yang membuatku shock sekaligus bahagia. Ditembak seorang
cowok yang merupakan idola di sekolah? Ga pernah kebayang di pikiranku
sebelumnya! Sambil tersipu aku mengangguk perlahan mengiyakan.
Keesokan
harinya semua murid sering memperhatikanku, terlebih para siswi. Mereka selalu
berbisik-bisik setiap aku lewat. Kalau dugaanku benar, gosip tentang aku
ditembak cowok idola sudah menyebar. Tidak sedikit dari mereka yang menatapku
sinis dan membuang muka. Kecuali sahabat-sahabatku yang ikut bahagia denganku.
Aku pikir
seharusnya hari-hariku selanjutnya akan lebih menyenangkan, tapi sepertinya
tidak. Saat aku mau mengumpulkan tugas ke guru, aku melihat coretan-coretan
tepat di atas tugasku. Tentu saja aku tidak mungkin mengumpulkannya, sehingga
membuat hari itu aku satu-satunya yang kena marah karena tidak mengumpulkan
tugas. Sahabatku berusaha menghiburku yang menangis tersedu-sedu sepulang
sekolah. “Mungkin cuma orang iseng” Kata mereka. Aku berdoa semoga itu benar
hanya kerjaan iseng.
Keesokan
harinya teman-teman cewek mulai menjauh setiap kali aku datang. Mereka seperti
menganggap aku membawa penyakit menular yang berbahaya untuk di dekati. Hingga
jam istirahat makan siang, aku diajak pacarku ke kantin. Sepanjang perjalanan
aku bisa melihat murid-murid cewek lain melihat kami, atau mungkin lebih
tepatnya aku, dari jauh dengan tatapan penuh benci. Aku diam saja, tidak
mengatakan apa-apa kepada pacarku.
Hari
berikutnya, aku dicegat segerombolan cewek dalam perjalanan ke kelasku. Mereka
membawaku ke kamar mandi sekolah dan mulai memaki-makiku. Mereka menuduhku
sudah menggoda-goda pacarku, dan menyuruhku untuk mutusin dia. Tentu saja aku
tidak mau. Dia sendiri yang datang dan memintaku yang menjadi pacarnya. Aku bahkan
ga pernah kepikiran untuk memilikinya. Tapi semua yang kukatakan kepada mereka
tidak mereka dengar. Hingga salah satu dari mereka berkata “Saatnya jalanin
rencana B”. Semuanya kemudian mengeluarkan kantong plastik berisi air berwarna
keruh dan melempariku. Kantong-kantong itu pecah dan membasahiku dengan air
berbau tidak sedap. Aku tidak bisa melakukan apa-apa karena kalah jumlah,
sehingga aku menerimanya saja sambil menutup wajahku.
Aku
langsung mengirim sms ke sahabatku. Mereka segera datang 5 menit kemudian dan
langsung terkejut melihatku yang basah, bau, dan sedang menangis. Salah satu
langsung pergi untuk mencari baju ganti untukku. Mereka rela ikut bolos untuk
membantuku. Kami masuk kelas saat bel istirahat berbunyi, setelah aku selesai
membersihkan diri. Untunglah tasku hanya sedikit basah karena bahannya
terluarnya memang cukup kedap air, sehingga buku-buku pelajaranku selamat.
Teman-teman kelasku tentu heran melihat kamu yang bolos hingga jam istirahat,
namun mereka tidak berkata apa-apa.
Semakin
lama, kelakuan mereka semakin berbahaya. Mereka menyeretku ke sebuah gang
kosong sepulang sekolah dan menamparku karena aku terus mempertahankan hubunganku
dengan pacarku, sehingga aku tiba di rumah dengan cukup banyak luka cakaran,
dan lebam di wajah. Ibuku tentu saja kaget melihatku seperti itu, tapi aku
berdalih kalau aku terjatuh saat pulang. Walaupun aku yakin ibuku tau aku
berbohong, sepertinya beliau mengerti kalau aku tidak ingin membicarakannya.
Bekas luka
dan lebam itu masih tetap ada keesokan harinya. Tentu saja, butuh keajaiban
untuk menyembuhkan luka-luka dengan cepat. Sahabat-sahabatku shock melihatku
babak belur begitu, tapi aku terus berusaha memberikan senyum terbaikku pada
mereka. Mereka memaksaku melaporkan guru BP, tapi aku rasa tidak bisa, karena
ini terjadi di luar jam sekolah. Aku pun tidak ingin memberitahukan pacarku. Aku
tidak ingin dia merasa bersalah kalau aku menceritakan alasan aku menjadi
seperti ini.
Aku
menggunakan alasan yang sama yang kuberikan kepada ibuku saat ditanya pacarku. Setelah
itu, dia hanya terdiam di sampingku. Aku berusaha sekuat tenaga menahan
tangisku di depan dia.
Sepulang
sekolah, cewek-cewek itu mencegatku lagi. Aku langsung berbalik arah untuk
melarikan diri, tapi sayang mereka lebih cepat. Aku langsung di tarik mereka ke
arah gang kemarin. Aku hanya bisa menangis. Aku sudah tidak tau berapa lama
lagi aku bisa bertahan seperti ini. mereka mendorongku dengan kasar sampai aku
terjatuh di tanah yang dingin berdebu. “Jadi kamu masih belum jera juga?!”
Bentak salah satu dari mereka. “Ini bukan salahku kalau dia memilihku” kataku
lemah. “Diam!!!” Dia mengangkat satu tangannya hendak menamparku. Aku langsung
memalingkan wajah dan menutup wajahku tidak ingin melihat rasa sakit yang akan
datang. Air mata masih terus menetes ke wajahku, tapi tamparan yang aku tunggu
tidak datang juga.
Perlahan
aku menoleh, dan disana, terlihat pacarku berdiri memegang tangan cewek yang
ingin menamparku itu. Semua terkejut melihat dia dan perlahan mundur menjauhiku.
“Apa yang kalian lakukan pada pacarku? Bukan salah dia kalau aku memilih dia
untuk jadi pacarku. Harusnya kalian tau itu. Kalau aku melihat satu saja
goresan di tubuh Mimi lagi, aku akan mencari kalian” ancamnya dingin, lalu
melepaskan tangan cewek itu yang langsung berlari meninggalkan kami. Dia
membantuku berdiri, dan aku langsung menangis sejadi-jadinya di pelukannya. “Kamu
tidak harus menghadapi semua sendiri, terlebih kalau itu tentang hubungan kita”
katanya lalu mengantarku pulang.