Sudah hampir 2 jam aku berdiri
di sudut ruang kerja majikan baruku. Ruangan ini hanya diterangi cahaya dari
perapian, dan lampu di meja kerja tuan. Selama 2 jam ini, tuanku terus saja
berkonsentrasi pada tumpukan laporan di depannya. Sesekali ia menggaruk
kepalanya, melakukan peregangan, atau berjalan mondar-mandir untuk berpikir.
Beberapa kali ia menggerutu sambil melempar gumpalan kertas ke tempat sampah.
“…”
“…”
“Oi, tuan..”
Aku coba memanggilnya.
“Ngg?” Jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari pekerjaannya.
“Apa tuan tidak mau menyuruhku sesuatu?”
“Ng? Tidak perlu. Aku sudah mengurus semua pekerjaan di rumah ini.”
Aku sedikit tidak percaya. Setelah pamit, aku keluar dari ruang itu untuk mengecek bagian lain dalam rumah. Kamar tidur, ruang tamu, kamar mandi, dapur, semuanya bersih. Aku kembali ke ruang kerja tuan dengan sedikit kecewa karena tidak ada yang bisa aku kerjakan.
“…” Tuanku masih sibuk dengan pekerjaannya.
“Ngg?” Jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari pekerjaannya.
“Apa tuan tidak mau menyuruhku sesuatu?”
“Ng? Tidak perlu. Aku sudah mengurus semua pekerjaan di rumah ini.”
Aku sedikit tidak percaya. Setelah pamit, aku keluar dari ruang itu untuk mengecek bagian lain dalam rumah. Kamar tidur, ruang tamu, kamar mandi, dapur, semuanya bersih. Aku kembali ke ruang kerja tuan dengan sedikit kecewa karena tidak ada yang bisa aku kerjakan.
“…” Tuanku masih sibuk dengan pekerjaannya.
“Tuan, apa
ada yang bisa aku kerjakan?”
“Ng… sepertinya tidak ada.”
“Ng… sepertinya tidak ada.”
“Apa jendelanya
perlu kubuka?”
“Jangan. Ini
kondisi optimalku untuk bekerja. Cahaya tambahan hanya akan mengalihkan
perhatianku.”
“Apa aku harus berdiri di sini saja sampai tuan selesai?”
“Tidak ada yang menyuruhmu berdiam diri di situ kan?”
“Apa aku harus berdiri di sini saja sampai tuan selesai?”
“Tidak ada yang menyuruhmu berdiam diri di situ kan?”
“Lalu untuk
apa aku dibeli?” Aku mulai kesal.
“Aku tidak membelimu. Ingat?”
“…”
“Aku tidak membelimu. Ingat?”
“…”
“Hhh… aku
tidak bisa bekerja dengan tenang kalau seperti ini. Kamu menunggu perintahku?
Kalau begitu sekarang kamu mandi, tidur, biarkan aku bekerja. Oke?”
“…” Aku
pergi sambil membanting pintu.
***
“Hah, hah,
hah” Aku berlari menembus keramaian pasar sambil memeluk sebantal roti.
“Tangkap
anak itu! Dia mencuri rotiku!!” Terdengar suara orang yang mengejarku.
Kaki kecilku tidak mampu membawaku berlari lebih cepat dari orang dewasa. Hanya masalah waktu sampai aku tertangkap.
“Ah!” Aku terjatuh setelah menabrak seseorang.
“Tertangkap kau anak kecil!” Pemilik toko roti itu terlihat puas setelah menangkapku.
“Tunggu! Jangan ganggu dia. Ini, bayaran untuk rotimu” Siapa?
Kaki kecilku tidak mampu membawaku berlari lebih cepat dari orang dewasa. Hanya masalah waktu sampai aku tertangkap.
“Ah!” Aku terjatuh setelah menabrak seseorang.
“Tertangkap kau anak kecil!” Pemilik toko roti itu terlihat puas setelah menangkapku.
“Tunggu! Jangan ganggu dia. Ini, bayaran untuk rotimu” Siapa?
“Kau siapa?
Teman anak ini?” Siapa dia?
“Bukan. Aku hanya tidak ingin melihat anak kecil sepertinya terluka”
“Bukan. Aku hanya tidak ingin melihat anak kecil sepertinya terluka”
“Ya sudah
kalau begitu.” Pemilik toko roti itu pergi.
“Kau tidak apa-apa” Tanya orang yang menolongku.
“...” Aku hanya menggeleng.
“Sekarang ikut aku” Dia tersenyum sambil memborgol tanganku.
“Kau tidak apa-apa” Tanya orang yang menolongku.
“...” Aku hanya menggeleng.
“Sekarang ikut aku” Dia tersenyum sambil memborgol tanganku.
***
“Aahhh!!!…
kau lagi!?” Tanya bosku. Orang yang menangkapku saat aku kecil untuk dijual.
“…” Aku mengalihkan pandanganku.
“…” Aku mengalihkan pandanganku.
“Aku ingin
mengembalikan barangmu.” Kata pria di sebelahku dengan nada memohon. Sebelah tangannya
diperban.
“Aku bukan
‘Barang’. Mau kupatahkan tanganmu yang satunya?” Tanyaku sambil tersenyum
manis.
“Jangan
bicara seperti itu pada pelanggan!!!” Teriak bosku panik.
“Gadis ini
gila! Tiba-tiba saja dia mematahkan tanganku…”
“Setelah dia menyentuh dadaku.” Sambungku.
“. . .”
“Setelah dia menyentuh dadaku.” Sambungku.
“. . .”
“. . .” Bos
dan dia terdiam.
“Bukankah sudah kuingatkan dulu? Dia hanya mau dijual sebagai pembantu. Di luar dari itu bukan tanggung jawab kami.”
“Tapi seharusnya budak itu patuh pada apapun perintah majikannya! Aku sudah membeli dia!”
“Dia ini… sedikit berbeda. Aku sama sekali tidak bisa membuat dia patuh sejak pertama kali aku menangkapnya. Aku sendiri mencapnya sebagai produk gagal, tapi karena dia tidak punya tempat tujuan lain, dia setuju untuk dijual, dengan syaratnya sendiri.” Bosku mengeluh pada “pelanggan” itu tentang diriku.
“Cambuk dia supaya dia tau siapa yang berkuasa!” Suruh pelangganku.
“Silahkan tuan coba sendiri.” Kataku sambil memberikan sebuah cambuk dengan senyum cemerlang.
“Ahh…” Bosku hanya menutup wajahnya. Dia tau apa yang akan terjadi.
Pelanggan itu langsung memecutkan cambuknya ke arahku. Wajahnya terlihat puas melihat ekspresi kesakitanku. Atau setidaknya itu yang dia harapkan. Ujung cambuknya telah kutangkap. Dengan cepat aku menariknya, lalu mengikatnya dengan cambuknya sendiri. Dia melihat wajah tersenyumku dengan ketakutan.
“Bukankah sudah kuingatkan dulu? Dia hanya mau dijual sebagai pembantu. Di luar dari itu bukan tanggung jawab kami.”
“Tapi seharusnya budak itu patuh pada apapun perintah majikannya! Aku sudah membeli dia!”
“Dia ini… sedikit berbeda. Aku sama sekali tidak bisa membuat dia patuh sejak pertama kali aku menangkapnya. Aku sendiri mencapnya sebagai produk gagal, tapi karena dia tidak punya tempat tujuan lain, dia setuju untuk dijual, dengan syaratnya sendiri.” Bosku mengeluh pada “pelanggan” itu tentang diriku.
“Cambuk dia supaya dia tau siapa yang berkuasa!” Suruh pelangganku.
“Silahkan tuan coba sendiri.” Kataku sambil memberikan sebuah cambuk dengan senyum cemerlang.
“Ahh…” Bosku hanya menutup wajahnya. Dia tau apa yang akan terjadi.
Pelanggan itu langsung memecutkan cambuknya ke arahku. Wajahnya terlihat puas melihat ekspresi kesakitanku. Atau setidaknya itu yang dia harapkan. Ujung cambuknya telah kutangkap. Dengan cepat aku menariknya, lalu mengikatnya dengan cambuknya sendiri. Dia melihat wajah tersenyumku dengan ketakutan.
***
Aku dan
bosku berada di ruang kerjanya sambil minum teh bersama.
“Aku tidak
mengerti apa yang ada di pikiranmu.” Bosku memulai percakapan.
“Mmm? Menurutku aku cukup sederhana. Aku mencari majikan yang pas denganku, lalu bekerja padanya.”
“Mmm? Menurutku aku cukup sederhana. Aku mencari majikan yang pas denganku, lalu bekerja padanya.”
“Kenapa
malah budak yang pilih-pilih majikan? Aku sudah tidak tau lagi yang mana yang
budak, yang mana yang majikan.”
“…” Aku menyeruput sedikit tehku.
“Kalau kamu terus-terusan seperti ini, reputasiku bisa hancur. Tidak akan ada lagi orang yang mau membeli budak dariku.” Dia terlihat frustrasi.
“… Maaf.” Kataku sambil mengalihkan pandanganku. Bosku terlihat sedikit kaget.
“…” Aku menyeruput sedikit tehku.
“Kalau kamu terus-terusan seperti ini, reputasiku bisa hancur. Tidak akan ada lagi orang yang mau membeli budak dariku.” Dia terlihat frustrasi.
“… Maaf.” Kataku sambil mengalihkan pandanganku. Bosku terlihat sedikit kaget.
“Kalau kau
mau kau tidak perlu menjadi budak, kau tau?”
“Hmm...”
“Ya
sudahlah. Semoga saja masih ada yang mau membelimu.”
***
“…”
“Ehehe…” Aku
mencoba mencairkan suasana.
“Sekarang kenapa lagi?” Bosku bertanya sambil memijit kepalanya.
“Budakmu ini kabur.” Kata majikan baruku yang entah ke berapa. Wajahnya memerah karena marah.
“Sekarang kenapa lagi?” Bosku bertanya sambil memijit kepalanya.
“Budakmu ini kabur.” Kata majikan baruku yang entah ke berapa. Wajahnya memerah karena marah.
“Tentu saja
aku kabur. Aku tidak mau dikunci di gudang bawah tanah hanya karena tidak mau
memperlihatkan tubuhku padamu.” Kataku datar membuat bosku semakin terlihat
menyedihkan.
“Violation
of rule. Ini salah tuan. Saya tidak bisa berbuat apa-apa.” Bosku terlihat
lelah.
“Hah!? Jadi
aturan sebelum aku membelinya itu serius?!”
“Anda pikir
kenapa sya menjual dia dengan harga 1/10 budak normal? Itu karena dia susah
diurus.”
“Tch, budak
macam apa ini?! Tidak berguna!”
“…” Aku
kesal, lalu mengangkat tanganku untuk memukul wajahnya.
“Anda sendiri apa anda sebegitu miskinnya sampai mencari budak dengan harga 10 kali lebih murah?” Aku ditahan bosku.
“Anda sendiri apa anda sebegitu miskinnya sampai mencari budak dengan harga 10 kali lebih murah?” Aku ditahan bosku.
“…” Muka
orangku itu semakin memerah lalu pergi tanpa berkata apa-apa lagi.
“…Nanti
tidak ada orang lagi yang mau membeli di tempatmu bos.” Kataku sambil
tertunduk.
“Kalau kamu merasa bersalah seharusnya kamu jangan membuatku susah seperti ini.” Kata bosku sambil membuat teh.
“Kalau kamu merasa bersalah seharusnya kamu jangan membuatku susah seperti ini.” Kata bosku sambil membuat teh.
“Hhh...
Seharusnya aku tidak menangkap anak pencuri roti itu untuk dijual.” Lanjutnya
sambil mengingat masa lalu.
“Kalaupun
bos tidak menangkapku, aku pasti akan mengikutimu kemanapun.” Kataku sambil
tersenyum.
“Senyum iblisnya muncul lagi.”
“Senyum iblisnya muncul lagi.”
“Waaa... how
cruel.” Kataku pura-pura cemberut.
***
Aku ketiduran. Entah sudah berapa lama aku berada di dalam bath tub. Setelah mengeringkan badan dan rambutku, aku mencari pakaianku, tapi tidak menemukannya. Di tempat aku menaruh pakaianku tadi, aku menemukan sebuah kertas. “Kau tidak menjawab saat kupanggil di kamar mandi tadi, jadi aku tinggalkan pesan di sini. Bajumu kotor, jadi kutaruh di mesin cuci. Pakai saja pakaian yang kugantung di dekat pintu.”.
Aku ketiduran. Entah sudah berapa lama aku berada di dalam bath tub. Setelah mengeringkan badan dan rambutku, aku mencari pakaianku, tapi tidak menemukannya. Di tempat aku menaruh pakaianku tadi, aku menemukan sebuah kertas. “Kau tidak menjawab saat kupanggil di kamar mandi tadi, jadi aku tinggalkan pesan di sini. Bajumu kotor, jadi kutaruh di mesin cuci. Pakai saja pakaian yang kugantung di dekat pintu.”.
Saat ke rumah ini, aku hanya
punya sepasang pakaian, yaitu pakaian maid yang aku kenakan. Aku tidak punya
pakaian lain, karena biasanya budak hanya mendapat pakaian dari majikannya.
Tunggu dulu... Aku membaca sekali lagi suratnya.
“TUAAAANNNNN!!!!”
“Ada apa?
Tolong jangan berisik. Aku harus menyelesaikan laporannya hari ini.”
“Hah, hah,
apa tuan, hah, hah, yang mencuci bajuku?” Tanyaku setelah berlari dari kamar
mandi hanya mengenakan handuk ke ruang kerja tuan.
“Iya. Dengan
mesin cuci.” Jawabnya datar sambil terus mengerjakan laporannya.
“Be,berarti,
br,bra dan celana dalamku...”
“Ha?”
“Lupakan.
Lalu ini apa?” Tanyaku sambil menunjukkan sebuah kemeja lengan panjang.
Ukurannya terlalu besar untukku.
“Bukannya
sudah kujelaskan di surat itu kalau itu bajumu?”
“Tunggu. Kenapa cuma kemeja??” Dia tidak memberikanku bawahan.
“Tunggu. Kenapa cuma kemeja??” Dia tidak memberikanku bawahan.
“Aku ingat
tinggi, dan ukuran badanmu. Kemejaku saja sudah cukup untuk dipakai seperti
dress.”
“Haaa???”
Aku melongo.
“Kamu datang ke rumah ini mendadak. Aku tidak sempat menyiapkan baju untukmu. Aku sedang sibuk, jadi tidak punya waktu untuk belanja. Aku juga tidak bisa menyuruhmu membeli bajumu sendiri karena aturan budak tidak boleh pergi dari rumah majikannya sendirian.”
“Kamu datang ke rumah ini mendadak. Aku tidak sempat menyiapkan baju untukmu. Aku sedang sibuk, jadi tidak punya waktu untuk belanja. Aku juga tidak bisa menyuruhmu membeli bajumu sendiri karena aturan budak tidak boleh pergi dari rumah majikannya sendirian.”
“Uuu...
lalu... da-dalamannya?”
“Tidak ada.
Kecuali kamu tidak keberatan dengan dalamanku.”
“!!!” Aku
membanting pintu lalu menuju kamar tidurku.
Uhh... rasanya aneh, dan agak
sejuk di bagian bawah. Dengan terpaksa aku mengenakan pakaian dari tuanku lalu
menarik selimut. Majikan baruku... sedikit membuatku tidak nyaman dalam konteks
yang berbeda dari majikan-majikanku sebelumnya.
---------------------
Ketemu lagi sejak terakhir apdet blog ini. Tiba-tiba pengen nulis lagi, jadi ya...
Apa ada perubahan dari gaya penulisan di cerita-cerita sebelumnya? Karena udah lama ga nulis berasa rada kaku gitu, tapi semoga aja enak dibaca.
I just sneak a peek on my earlier posts and OH MY EFFIN GOD I'M SO CRINGE!!! KILL HIM WITH FIRE PLZ!!! Rasanya pen tampar aja itu past-self. Berasa lewatin fase anak SMP lebih dari sekali!
Sekarang aku udah selesai kuliah, dan jadi pengangguran. Semoga aja produktif bikin cerita lain, ga cuma cerita Rei & Fuyuka. Itu proyek 4koma iseng sama temen.
Wish me luck guys.
Lanjuuuttt lanjuuuuutt
BalasHapusMangats. Lanjut xD
BalasHapus